- pemberhentian -

bukan berarti berhenti atau telah sampai pada tujuannya, namun mencoba untuk mencari makna dan melihat kembali perjalanan yang telah dilakukan selama ini.
Mencoba untuk belajar dari setiap langkah yang terangkum dalam gambar.

Minggu, 25 November 2012

Menikmati Keselarasan Borobudur

Entah apa yang ada di pikiran si arsitek Candi Borobudur waktu itu ya, bisa-bisanya kepikiran bikin candi segede ini. Gak cuman gede doang tapi juga punya nilai seni tinggi, bahkan dari kejauhan sekalipun. Selain bagus pun juga punya makna yang sangat dalam.

Para Pemburu Kabut :p


Beberapa hari kemarin kebetulan diajakin temen ke Bukit Punthuk Setumbu, langsung aja aku mau, diajakin jalan siapa juga yang gak mau. Meskipun sebenernya tau juga sih bukan waktu yang tepat untuk kesana. Bener aja pas sampai disana langit emang sedang mendung. Seandainya aja dateng pas bulan Juli-Agustus dijamin pasti keren banget, gak cuman liat Candi dari atas doang tapi kita juga bisa ngeliat matahari terbit dari antara Gunung Merapi dan Merbabu!

Munurutku salah satu dari kunci kemegahan Mahakarya Borobudur adalah kejelian si Arsitek, konon oleh Gunadarma, yang ngeliat potensi dari dataran yang dipilih. Sepanjang perjalanan kelihatan kalo daerah ini merupakan dataran subur yang ditinggali masyarakat Jawa yang sangat dekat dengan kehidupan agraris. Hal ini mengisyaratkan bahwa pembangunan Borrobudur begitu diperhitungkan. Baik dari hasil akhir maupun perencanaan dan proses pembangunannya.


Tidak heran kalo menuju bukit ini, petunjuk yang bakal kita baca adalah "Borobudur Nirwana Sunrise". Membayangkan berada di bukit ini sendirian menikmati keheningan pagi seakan menjadi seorang raja yang telah mencapai titik tertinggi. Jadi kepkiran mungkin aja Raja Samaratungga waktu itu memang lagi di Punthuk Setumbu sebelum memutuskan untuk membangun sebuah candi.  Entah baru bertapa atau camping, sang Raja dapat inspirasi untuk menunjukkan kepada semua umat manusia bahwa ada tingkatan tertinggi di bumi ini. Maka dari itu Candi Borobudur dibangun tiga tingkat yaitu Kamadhatu(hasrat dan nafsu), Rupadhatu(bentuk), Arupadhatu(tanpa bentuk).

Keindahan Sunrise dari Punthuk Setumbu seakan mengajak kita untuk belajar bahwa hidup kita harus selaras dengan alam. Seandainya saja bisa melihat lengkap keindahan panorama dari sini kita pasti takluk akan kebesaran Tuhan. Candi Borobudur yang dibangun oleh manusia hanyalah melengkapi kebesaran Tuhan lewat alam yang sudah diberikan.

Click for actual size, enjoy!

Minggu, 04 November 2012

Link Portfolio Foto

Postingan ini kubuat untuk registrasi program Indonesia Travellers, karena di blog ini gak lengkap semua foto yang pernah dibikin semoga aja link dibawah ini sedikit banyak bisa jadi referensi. Tentu doanya juga :)

My Photostream on Flickr
http://www.flickr.com/photos/michaelaji/

Waktu tugas di Bali
http://bali.yogyes.com/en/see-and-do/

Pas ke Belitung
http://belitung.yogyes.com/en/pictures/http://belitung.yogyes.com/en/pictures/



Sabtu, 03 November 2012

Jogja - Klaten via Gunung Kidul

Gak banyak kota besar di Indonesia, kalo emang mau nyebutin juga paling hafalan..Jakarta, Bandung, Surabaya, trus Yogyakarta ya selanjutnya banyak sih tapi aku yakin gak perlu pake survey juga orang-orang bakal nyebutin kota-kota diatas. Disebut kota besar biasanya sih gara-gara aktivitasnya, bisa kerjaan, bisnis atau lainnya seperti wisata, dan geografisnya. Nah satu hal yang menarik dari kota besar adalah pasti ada yang namanya "penglaju" atau "commuter". Mereka-mereka inilah yang mesti banting tulang alias bolak-balik ke kota tiap harinya supaya kota itu jadi besar.

Kota Yogyakarta, kota besar dimana aku berada sekarang adalah kota yang cukup bnyak menarik orang-orang daerah sekitar untuk beraktivitas disini entah buat kerja atau belajar, sebut aja Klaten, Magelang, Bantul, Gunung Kidul, dst. Karena aku dari Klaten sebenernya cocok juga jadi penglaju. Nah eksotbedanya kalo aku nih gak tiap hari pulang, jadi gak bisa dibilang "penglaju". Meskipun jarak Jogja-Klaten cuma sekitar 20an km dan bisa dibilang jalannya lurus doang tapi ternyata bisa lho jadi asik! hahaha

Beberapa hari kemaren, pas libur ada temen yang ngajak buat keluar dari kota. Entah kemanapun tujuannya yg penting pergi dari jogja. Akhirnya terpilihlah Wonosari, alias Gunung Kidul. Ngeliat daftar pantai yang katanya eksotis itu akhirnya kita mulai dari yang paling jauh, Pantai Wedi Ombo. Pantai satu ini punya cerita sendiri karena udah 2x kesana slalu gagal gara2 kecelakaan yg . Kali ini aku punya ambisi lebih untuksampai kesana! Jalanan disini emang sedikit asoy, kalo anak muda pasti bawaannya pengen ngebut kayak Jorge Lorenzo.
Sepi dan berkelok-kelok dikelilingi bukit-bukit kecil khas jalanan Gunung Kidul :D
Dengan hati-hati dan penuh harapan untuk sampai di tujuan, akhirnya sampailah aku di pantai Wedi Ombo. Oia, untuk masuk ke pantai kita perlu masuk kita perlu bayar retribusi Rp 2500,-/orang. Hati-hati di tikungan terakhir yang cukup curam.

Bener aja pantai ini emang asoy bener! pantai pasir putih dengan karang-karang yang keren! Sayang sekali waktu itu aku samapi jam 12 siang. Tapi bagaimanapun juga karena ngakunya fotografer, mau gak mau aku mesti motret juga, kapan lagi kan kesini. bukannya gak seneng motret pantai, tapi aku sih ngrasa gak bisa bagus kalau motret pantai rasanya hambar semua. Tapi kalo para landscaper sejati pasti pantai ini bagaikan taman bermain yang sangat asyik, apalagi kalo datengnya jam 4 keatas. Aku sendiri karena dah kehabisan akal gimana bikin foto yg beda karena alat terbatas dan momen yg kurang tepat, bikin foto yg vertikal aja.
 



Setelah beberapa kali jepretan kamera, kami cuma bisa habisin waktu dengan tidur2an di bawah pohon besar. Rindangnya pohon dan angin pantai adalah kombinasi yang sangat pas buat tidur, itupun masih ditambah pasir putih yang cukup kering tapi adem yang bikin lupa waktu kalo udah tiduran. Akhirnya setelah sekitar 3 jam "liyer-liyer" kita memutuskan buat pergi lagi, tapi suasana yg cukup tenang disana bikin aku juga pengen pulang Klaten. Jadi kepikiran rumah gitu, tapi gara2 udah terlanjuur di pucuk Gunung Kidul ya apa boleh buat. Perjalanan mesti dilanjutkan.

Rencananya sih ke Sri Gethuk, tapi ketika dijalan keluar dari Wedi Ombo kita ngeliat ada PLIK, teringat ada satu  lomba foto yg berkaitan aku langsung berhenti minta ijin buat motret ke pengelolanya, mas Handoko. eh ternyata kita justru diajak ngobrol lama, sampai pada saat kehabisan topik pembicaraan. Topik umum yang adalah nanya2 jalan atau daerah setempat. Tanpa disangka-sangka, eh ternyata Klaten katanya lebih deket dari sini daripada ke Jogja!! Seakan diberi kesempatan, sampai lupa motret, pikiran cuma tertuju kalo perjalanan bisa dilanjutin ke rumah :D 


Akhirnya perjalanan dilanjutkan ke Klaten :D

Kata masnya sih tinggal ikutin arah, intinya ita mesti lewatin Semin dan langsung menuju Klaten. Seperti dibohongi tapi juga selalu ada harapan di depan. kami lanjut aja yang penting nikmatin perjalanan apapun tujuannya. Goal kita masih tetap sama. Kesan yang aku dapat melewati jalanan Gunungkidul-Klaten adalah jalanan ini lebih sepi tapi lebih yahud pemandangannya kalo emang pengen hunting foto yang gak umum sebenernya bisa aja berhenti trus motret dulu tapi kayaknya waktu itu rumah seperti udah di depan mata. Jalan terus.

Sekitar dua jam kemudian saat badan mulai capek dan perut mulai lapar. Akhirnya kita sampai di perbatasan antara Gunung Kidul dan Klaten lebiih tepatnya di daerah Cawas. Waktu itu matahari cukup cantik menemani perjalanan kami. Sampai akhirnya aku bener-bener tergoda untuk berhenti menikmati sunset dulu ketika kendaraan yang kami tumpangi melewati hamparan sawah.

Jalan antar desa yang begitu eksotis, seperti mengatakan "Perjalananmu masih jauh, nak!"

Sunset yang cukup bikin pikiran kembali segar. Seorang kakek dengan sepedanya seakan mengingatkan kita untuk pulang juga.

Langit memang cerah waktu itu, sedikit berawan namun justru menambah keindahan ciptaan Tuhan. Sunset menjadi ucapan selamat datang di Klaten saat itu, sekaligus mengingatkan kalo aku ini belum sampai rumah. Dengan kesabaran sampai harus beberapa kali bertanya pada penduduk sekitar untuk menuju ke rumah (maklum aku orang Klaten yang kurang kenal Klaten) akhirnya aku sampai di rumah sekitar jam delapan malam. Cukup molor dari perkiraan waktu sebelumnya tapi capek sepertinya hilang kalo udah sampai rumah.

Pengalamanku pulang lewat Klaten lewat Gunung Kidul kalo dipikir-pikir memang asyik juga. Banyak hal yang gak kita tahu dalam perjalanan kita mencapai tujuan, bahkan akhir dari perjalanan bisa saja berubah dari yang kita rencanakan sebelumnya. Namun cara dan sikap untuk melalui setiap proses menjadi kunci untuk mencapai keniscayaan akhir yang manis.