- pemberhentian -

bukan berarti berhenti atau telah sampai pada tujuannya, namun mencoba untuk mencari makna dan melihat kembali perjalanan yang telah dilakukan selama ini.
Mencoba untuk belajar dari setiap langkah yang terangkum dalam gambar.

Jumat, 10 Mei 2013

Pasar Kokrosono : Surganya Kanibal

Sebelum memulai posting yg satu ini, perkenankan aku mengaku salah. Salah sama siapa? ya sama aku sendiri. Mengapa? Karena udah lama banget gak share sesuatu di blog. Ngakunya suka motret, suka ngeblog, suka cerita. Kalo mau jujur ya, sebenernya banyak banget bahan buat posting sesuatu disini dari jalan-jalan ke Bandung, kulineran di berbagai tempat yang ajib, motret band2an di beberapa panggung kecil, motret beberapa rumah yg punya arsitektur istimewa dan bla bla bla. Untungnya suatu hari kapan kemaren ada mas2 blogger yg mention di twitter nyinggung2 blog. Semoga kapok deh! tolong diingetin ya kalo malas lagi :)

click the images for actual size.

Hahaha...Lebay sih ngasi judulnya, kalo kata orang sih biar eye cathcing!
Sebenernya pergi ke kota Semarang bukanlah hal baru buatku, kalo diitung-itung mungkin dalam setahun minimal 4x pergi ke tempat ibuku dilahirkan. Tapi memang sih kalo sekarang diminta keliling kota untuk sekedar beli lumpia juga masih bingung alias ilang di jalan. Maklum dari kecil ya cuman datang ke ruman nenek trus makan paling ke pantai deket rumah lanjut pulang ke Klaten atau Jogja lagi. jarang banget yang namanya jalan-jalan nikmatin kota Semarang paling pol mampir mall(ngikut nyokap yg suka belanja).

Beruntung waktu itu diajak bapak yang hobinya utak-atik motor. Lokasi pasar ini gak sulit, sangat gampang malah kalo bisa dibilang karena deket sama jalan utama(jalan Siliwangi jur. Jakarta) sampai nemu jembatan lumayan gede, ya trus ntar liat aja ada jalan di samping kali/ sungai yang ramai orang2 pada duduk di pinggir jalan ya berarti itulah Pasar Kokrosono sesuai dengan nama jalannya.

Becak ini gak terima penumpang tapi terima pembeli!
Buat orang yang suka "kanibalan" pasar ini pasti sudah gak asing karena ini adalah pasar "klithikan" alias pasar barang bekas. Oia, istilah "kanibalan" itu artinya mempreteli kemudian menggabung2kan bagian yang masih bisa dipakai. Contohnya gini; stang motor yamaha dipakaikan di motor honda.

Gak cuma barang otomotif sih yang ada disini tapi apapun yang masih bisa difungsikan bisa saja secara gak sengaja ditemuin disini. Ada jam tangan, setrikaan dari masa ke masa, barang2 perkakas, kabel, bahkan waktu itu sempet nemuin sebuah sertifikat SD yang sudah lapuk juga dijual!

Yang harus diingat kalau datang kesini adalah : Jangan takut sama harga! itulah yang aku bisa pelajari dari cara bapak nawar sebuah sepatu racing(entah apa istilahnya) yang kalo harga barunya bisa ratusan ribu tapi bapak namar 10ribu rupiah. Syok setengah mati sebenernya sebuah sepatu yang masih bisa dipakai setidaknya setahun cuma dihargai sekali makan siang di Jogja.

Dipilih-dipilih, harganya itung belakangan



 Tapi di sisi lain sebenernya kalo kita mau liat dari kacamata yang berbeda mungkin miris juga sih kalo ngeliat yang belanja tuh bukan buat hobi mereka tapi motifnya karena adalah yang lebih murah ya yang lebih baik. bukan lagi ngeliat kebutuhan yang memang dibutuhin. padahal sebenernya kalo gak teliti beli barang disini bisa aja kecewa sendiri. Bisa dikatakan kalo kita beli barang bekas berarti kita beli "penyakit" orang lain. Maka dari itu sebagai pembeli kita juga musti waspada dengan kualitas barang, apakah masih layak atau memang sudah harus pensiun.

Gak hanya dari sisi pembeli, seandainya saja kita jadi penjual barang yang ada di pasar Kokrosono pilih mana dapat uang sedikit barang bekas habis atau gak dapat barang tapi pulang bawa barang bekas?? Wajar jika kalo mereka lebih sabar dalam proses tawar menawar. Lebih baik makan siang daripada nungguin rongsokan di bawah terik matahari. 
 
Tidur diantara rongsokan
Roda-roda ini memang harus berputar..
 Yaps, dari pasar Kokrosono ini sebenernya kita bisa belajar banyak sekali gak hanya keahlian dalam berkanibal ria dan belajar nawar barang. Tapi kita mesti belajar dari rongsokan di pasar ini juga, hilangnya sebuah fungsi dari barang-barang rongsokan sebenarnya pun masih bisa berguna untuk sekedar membeli makan siang. Atau kita bisa mengambil bagian dari kesatuan fungsi yang ada.

Dalam anganku hanya terngiang sebuah pertanyaan: kalau suatu saat nanti aku mati apakah aku masih bisa berguna??